Pesantre
n
merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Dalam perkembanganya,
pesantren telah merubah pola kedudukanya dari lembaga yang
mengimplementasikan pendidikan keislaman murni menjadi lembaga yang juga
mempunyai nilai kepekaan terhadap realitas social. Hal tersebut tumbuh
akibat tekanan yang telah dilancarkan Belanda kepada bangsa Indonesia,
membuat rasa empatik dan kemanusiaan umat Islam yang pada masa itu
sangat kental dengan kesufianya tumbuh diatas nilai-nilai keagamaan,
yang diwujudkan dalam memberikan perlawanan terhadap para penjajah.
Nilai-nilai empatik tersebut tentunya menyebar keberbagai belahan dunia
muslim, termasuk pesantren. Itulah sebabnya kemudian orang Islam,
khususnya Pesantren dijadikan kelompok yang sangat diwaspadai, sehingga
ruang lingkupnya dibatasi.
Namun yang menarik dalam
panggung sejarah ini, meskipun Islam dan Pesantren mendapatkan
pembatasan-pembatasan dari Belanda, Islam justru menjadi daya tarik
utama sebagai wadah perjuangan melawan Belanda. Antusias bangsa
Indonesia yang memberikan perhatianya terhadap Islam, bukan hanya karena
Islam mempunyai power semata. Namun juga muncul karena hasil seleksi
bangsa Indonesianya itu sendiri. Seperti yang dikatakan Zamakhsyari
Dhofier, bangsa Indonesia mempunyai kekuatan identitas dan dinamika
dalam mengadopsi aspek-aspek positif dari peradaban luar. Kekuatan
adopsi tersebut ditunjukan saat gelombang Hinduisme di India dan
penduduk Asia Tenggara lain menganut Buddha, di Nusantara malah
mensinkrentiskan keduanya menjadi Hindu-Budhha.
Terlepas dari unsur sejarah
tersebut, dunia Islam dan pesantren pada masa sekarang sedang mengalami
pukulan yang cukup berat akibat arus perkembangan zaman yang semakin
deras. Banyak muslim yang terjebak dalam arus globalisasi sehingga mulai
melupakan nilai-nilai keislaman, banyak bangsa yang terseret dan
terinjak akibat modernisasi yang semakin memperkasai, banyak identitas
bangsa yang mulai tergerus oleh modernisasi. banyak kasus dimana kiyai
sebagai peran sentral dalam pesantren mulai kehilangan wibawanya. Banyak
orang tua yang mulai tidak memberikan kepercayaan pendidikanya terhadap
pesantren akibat tuntutan gl
obalisasi.
Jika Pesantren mulai ditinggalkan, peran
Kyai dan Santri tidak lagi mempunyai posisi yang strategis bagi dunia
pendidikan Indonesia, bagaimana nasibnya bangsa ini? Kita tidak tau
sepuluh tahun atau beberapa tahun lagi bangsa ini masih memegang
ideology keislaman atau tidak jika moderenisasi tidak bisa kita
kendalikan. Kita tidak tahu.
Logo ini merupakan
penjelasan akan masalah-masalah tersebut, bentuk abstrak yang seperti
kerangka robot transformer (dalam imajinasi saya) dengan ujungnya yang
tajam, (Lihat digambar 02) menggamarkan betapa bahayanya tantangan
dizaman modern ini jika tidak dapat mengendalikanya. Kita dipaksa untuk
bersaing dalam berbagai aspek. Persaingan ekonomi, kultur, ideology, dan
lain sebagainya. Menghadapi permasalahan tersebut, santri sebagai masa
depan bangsa yang dipercaya menjaga tradisi keislaman harus berdiri
dengan tegak dan kuat menghadapi tantangan zaman tersebut.
Selain itu, gambar 02 yang membentuk serpihan kerangka robot transformer
tersusun
atas satu bentuk gambar yang saling menyusun antara satu dengan yang
lainya. Ini menggambarkan tentang solidaritas santri dalam membangun
kultur yang ideal.
Kita terlahir sebagai bangsa
yang mempunyai kekuatan dan identitas dalam mengadopsi peradaban luar,
seperti orang-orang Nusantara dizaman Hindu-Buddha yang lebih memilih
menyinkretasikan Hindu-Buddha ditimbang memilih salahsatunya. Itulah
sebabnya digambar 03, logo Ma’had Universal sebagai pesantren bersatu
dengan lambang kemodernitasan, yang mempunyai makna untuk tetap menjaga
tradisi lama dan mengadopsi
tradisi baru yang baik. Hal tersebut sangat cocok dengan ajaran Ahlussunahwaljamaah, yaitu tawassuth (memilih jalan tengah), tatsamuh (toleran), dan tawazun (menjaga keseimbangan.
Lalu
diatasnya, terdapat gambar bintang lima, (Lihat Gambar 04) yang
mempunyai makna akan rukun Islam yang akan selalu ada dalam pijakan
langkah kita.
0 komentar:
Posting Komentar